banner ptaa

 

on . Dilihat: 45840

KINI ISTRI DENGAN MUDAH MENDAPATKAN HAK-HAK AKIBAT PERCERAIAN

Sendawar I pa-sendawar.go.id

WhatsApp Image 2020 01 03 at 09.54.1627 November 2019 lalu, Mahkamah Agung Republik Indonesia menerbitkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2019 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2019 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan.

Ada satu hal yang sangat istimewa dari enam point penting dalam Surat Edaran tersebut. Dikatakan istimewa diantara yang penting tersebut adalah karena hal tersebut merupakan terobosan hukum yang dilakukan Mahkamah Agung untuk memudahkan para pencari keadilan khususnya bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum untuk mendapatkan hak-haknya.

Point istimewa tersebut adalah sebuah ketentuan yang menyebutkan bahwa “Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan Dengan Hukum untuk memberi perlindungan hukum bagi hak-hak perempuan pasca perceraian, maka amar pembayaran kewajiban suami terhadap istri pasca perceraian dalam perkara Cerai Gugat dapat menambahkan kaliman sebagai berikut: ‘...yang dibayar sebelum Tergugat mengambil akta cerai’, dengan ketentuan amar tersebut dinarasikan dalam posita dan petitum gugatan”. Ketentuan tersebut merupakan secercah harapan Penggugat dalam perkara Cerai Gugat (istri yang menggugat cerai suami) untuk dengan mudah mendapatkan hak-hak akibat cerainya sebagai istri.

Seperti diketahui, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam mengatur kewajiban suami mengenai hak isteri yang dicerai karena talak adalah meliputi: (a) mut`ah yang layak, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul; (b) memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak bain atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil; (c) melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separoh apabila qobla al dukhul; dan (d) memeberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.

wanita hijam

Buku II Tentang Pedoman Pelaksanakan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama menegaskan bahwa “Gugatan nafkah anak, nafkah isteri, mut’ah, nafkah iddah dapat diajukan bersama-sama dengan cerai gugat, sedangkan gugatan hadhanah

 dan harta bersama suami isteri sedapat mungkin diajukan terpisah dalam perkara lain”.

Dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 137 K/Ag/2007, mengandung kaidah hukum: “istri yang menggugat cerai suaminya tidak selalu dihukumkan nusyuz. Meskipun gugatan perceraian diajukan oleh istri tetapi tidak terbukti istri telah berbuat nusyuz, maka secara ex officio suami dapat dihukum untuk memberikan nafkah iddah kepada istrinya dengan alasan bekas istri harus menjalani masa iddah yang tujuannya antara lain untuk istibra yang juga menyangkut kepentingannya suami”.

Disela-sela kegiatannya, saat ditemui Tim Redaksi, Bapak Gunawan, Hakim pada Pengadilan Agama Sendawar, dalam mengomentari terbitnya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2019 tersebut menyatakan bahwa, SEMA ini (Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2019:red) merupakan terobosan hukum yang dilakukan Mahkamah Agung dan akan berdampak positif terhadap pemenuhan hak-hak perempuan akibat perceraian. Selama ini, tandasnya, istri yang mengajukan gugatan cerai enggan menuntut hak-haknya berupa mut’ah dan nafkah iddah kepada suami, dengan alasan sulitnya eksekusi jika mantan suami tidak mau secara sukarela melaksanakan putusan pengadilan terkait hak-hak istri akibat perceraian. Hakim juga, masih menurut pria berkacamata ini, meski diberi kewenangan exofficio, dapat menghukum suami untuk memenuhi mut’ah dan nafkah iddah kepada istri, namun hak yang dimiliki hakim karena jabatannya tersebut, jarang sekali digunakan. Alasannya adalah, disamping karena jamak Penggugat (istri) yang menolak jika ditawari oleh hakim untuk menghukum Tergugat (suami) untuk memenuhi mut’ah dan nafkah iddah dengan alasan rumitnya proses dan mahalnya biaya pengamanan eksekusi yang tidak sebanding dengan jumlah angka yang akan diterima. Hakim juga merasa putusannya tidak akan bermanfaat, jika setelah diputus, berkekuatan hukum, Tergugat tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela dan Penggugat pun tidak mengajukan eksekusi dengan alasan seperti disebut sebelumnya, inilah yang menyebabkan keengganan sebagian hakim.

“Pengadilan Agama, khusunya Hakim, harus menyambut baik terbitnya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2019 ini, sebab, itu merupakan payung hukum bagi pengadilan untuk memberikan hak kepada perempuan berdahapan dengan hukum dengan cara yang mudah, tidak seperti eksekusi parkara biasanya yangselalu diasumsikan ribet dan mahal. Dengan SEMA tersebut, Hanya dengan menunda pemberian akta cerai kepada Tergugat (mantan suami:Red) sampai Tergugat (mantan suami:Red) menunaikan kewajiban akibat perceraiannya kepada Penggugat” (mantan istri:red), maka Penggugat (mantan suami:Red) telah dapat menerima hak-haknya. Akhirnya dengan nada optimis, hakim junior di Pengadilan Agama Sendawar tersebut, menutup “Insyallah Pengadilan Agama Sendawar siap menyambut itu”.

Posted Oleh Andra.P.K, A.Md.S.Kom

(Tim Redaksi PA.Sdw)

Hubungi Kami

Pengadilan Tinggi Agama Samarinda

Jl. MT. Haryono No. 24 Samarinda

Prov. Kalimantan Timur

Telp: 0541-733337
Fax: 0541-746702

Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

 

 

icons8 facebook old 48icons8 instagram 48icons8 youtube squared 48icons8 address 48icons8 whatsapp 48icons8 twitter 48