banner ptaa

 

Ditulis oleh Admin Kesekretariatan 1 on . Dilihat: 68

COFFEE MORNING INSPIRATIF PTA SAMARINDA: HANGATKAN SUASANA, PERKUAT SINERGI, TINGKATKAN KAPABILITAS

PTASAMARINDA – Pada Selasa (3/9), suasana pagi di Ruang Command Center Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Samarinda tampak berbeda. Acara Coffee Morning yang dinanti kembali digelar, menghadirkan suasana diskusi hangat yang dimoderatori oleh Ketua Tim Coffee Morning, Drs. H.Muhamad Dihan, MH, dengan Keynote Speaker Wakil Ketua PTA Samarinda. Di tengah canda dan tawa ringan, para peserta yang terdiri dari Hakim Tinggi, Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti hadir menyimak pembahasan penting, menciptakan harmoni antara suasana santai dan esensi diskusi yang bermanfaat.

03092024 Coffee Morning 1

Foto dari sebelah kanan, Moderator: Drs. H. Muhammad Dihan, M.H.; Wakil Ketua: Dra. Hj. Muhayah, S.H., M.H.; Panitera, Dra. Hj. Hairiah, S.H., M.H.

Sebagai moderator, Dihan menyampaikan bahwa tema ini sangat krusial dan sering menjadi bahan obrolan lepas, sehingga tim coffe morning memandang perlu mengangkat tema ini agar diharapkan ada gambaran yang lebih jelas tentang berbagai kasus yang sering dihadapi khususnya di pengadilan tingkat pertama. Jadi, tambah Dihan, persoalan perselisihan rumah tangga sudah memuncak, tetapi belum sampai pisah lebih dari 6 bulan, di beberapa perkara banding, putusan tingkat pertama dibatalkan dengan diberlakukannya SEMA nomor 3 Tahun 2023.

03092024 Coffee Morning 2

Peserta Coffee Morning Pengadilan Tinggi Agama Samarinda

Tema pembahasan kali ini menyoroti “Implementasi SEMA Nomor 3 Tahun 2023 tentang Batas Minimal Pisah Tempat Tinggal dan Adanya Alasan KDRT”. Pembahasan mengenai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tersebut diharapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada para peserta tentang prosedur hukum yang relevan, khususnya terkait kasus perceraian yang melibatkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Dalam kesempatan ini, Wakil Ketua PTA Samarinda, Ibu Dra. Hj. Muhayah, S.H., M.H. menyampaikan pentingnya penerapan SEMA dalam upaya memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang menjadi korban KDRT.

“SEMA ini memberikan panduan yang jelas mengenai batas minimal pisah tempat tinggal sebagai dasar gugatan perceraian, sekaligus menyoroti pentingnya bukti adanya KDRT dalam proses persidangan,” ujarnya.

03092024 Coffee Morning 3

Sesi Diskusi Para Peserta Coffee Morning

Adalah Drs.H.Karmin, MH., sebagai peserta yang mengawali bicara pada diskusi dalam coffee morning ini. Karmin menyampaikan bahwa SEMA nomor 3 Tahun 2023 ini memberikan ketentuan bahwa "Perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran terus menerus dapat dikabulkan jika terbukti suami istri terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga diikuti dengan telah berpisah tempat tinggal paling singkat 6 (enam) bulan kecuali ditemukan fakta hukum adanya Tergugat/Penggugat melakukan KDRT."

Yang menjadi persoalan, tambah Karmin, adalah apa yang dapat menjadi bukti dari adanya KDRT dalam perselisihan antara suami istri, sehingga hakim dapat “meloloskan”. Haruskah dengan visum dokter jika terindikasi adanya kekerasan dalam rumah tangga. Bisakah hanya dengan keterangan saksi, jelas Karmin.

Sementara itu, Hakim Tinggi, Drs. H.Muflikh Noor, SH., MH., mempertanyakan, bahwa pisah 6 bulan itu sebagai sebab atau akibat?. Pak Muflikh, panggilan akrab hakim tinggi yang baru tugas di PTA Samarinda sejak pertengahan Agustus 2024 ini, menambahkan bahwa beberapa kasus acap kali kita jumpai. Pisah baik-baik, seperti ditinggal ke luar negeri sebagai TKW, dengan kontrak 2 tahun, pasti ada persetujuan suami, misalnya. Atau, tambah Muflikh, pihak suami dipenjara, tetapi tanpa ada perselisihan dan atau pertengkaran. Dalam kasus seperti ini, tentu, tidak bisa, jawab Muflikh sendiri.

Diskusi semakin seru, saat Drs. H. Arpani, SH., MH., menyampaikan pendapatnya, bahwa di dalam SEMA tersebut setidaknya ada 3 unsur, yakni:

  • Adanya perselisihan terus menerus sehingga tidak ada harapan untuk rukun kembali.
  • Telah pisah minimal 6 bulan lamanya.
  • Bisa belum 6 bulan pisah, tetapi ada KDRT.

Jadi, jelas Arpani, hakim tinggi yang sebelumnya bertugas di PTA Kaltara ini, bisa dikabulkan cerai apabila terjadi perselisihan hingga pisah tempat tinggal,meskipun belum 6 bulan lamanya akan tetapi syarat & ketentuan berlaku, yaitu terjadinya KDRT yang dilakukan oleh salah satu dari pasangan suami istri tersebut. Senada dengan pendapat Arpani tersebut adalah pendapat Dr.Drs.H.Suryadi, SH,MH, Jadi, kata Suryadi, meskipun belum pisah 6 bulan, tetapi di SEMA tersebut ada istisna, ada pengecualian, yaitu ditemukannya fakta adanya KDRT. Maka meskipun belum 6 bulan pisah tetapi ada KDRT, dan perselisihan tersebut tudak ada harapan rukun kembali, maka gugatan dikabulkan, jelas Suryadi Hakim Tinggi yang memang berbadan tinggi besar ini.

Sementara itu Drs. Zainal Farid, SH, M.HES. bahwa menyampaikan bahwa persoalan KDRT ini tidak sederhana, setidaknya ketika menguraikan tentang kekerasan secara psikis, sebagaimana di Pasal 7 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Perlukah hakim meminta semacam rekomendasi dari seorang Psikiater?

Para peserta diskusi tampak antusias dalam menyampaikan pandangan dan gagasan mereka terkait penerapan SEMA Nomor 3 Tahun 2023 di lapangan. Berbagai perspektif mencuat dari pengalaman langsung para hakim dan panitera dalam menangani kasus perceraian, terutama yang melibatkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Diskusi mengalir dinamis, dengan masing-masing peserta saling berbagi tantangan yang dihadapi.

Pada sesi closing statement dari Wakil Ketua PTA Samarinda, menyampaikan bahwa PTA Samarinda terus menunjukkan komitmennya dalam mengedepankan pemahaman hukum yang mendalam bagi aparaturnya, Dengan diskusi informal seperti Coffee Morning ini, PTA Samarinda menegaskan perannya sebagai lembaga yang tidak hanya berfungsi sebagai penegak hukum, tetapi juga sebagai pusat pembelajaran dan peningkatan kualitas layanan hukum. Makanya, tambah Muhayah, para hakim tinggi harus selalu meningkatkan penguasaan tupoksi kita. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil benar-benar berdasarkan keadilan dan perlindungan maksimal bagi masyarakat. (dmy/dhn)

Hubungi Kami

Pengadilan Tinggi Agama Samarinda

Jl. MT. Haryono No. 24 Samarinda

Prov. Kalimantan Timur

Telp: 0541-733337
Fax: 0541-746702

Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

 

 

icons8 facebook old 48icons8 instagram 48icons8 youtube squared 48icons8 address 48icons8 whatsapp 48icons8 twitter 48